Pematangsiantar – Akademisi dari Universitas HKBP Nommensen (UHN) Pematangsiantar menyoroti minimnya transparansi dalam penggunaan dana Reses dan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) oleh sejumlah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di berbagai wilayah Indonesia.
Menurut Rindu Erwin Marpaung, peneliti di Pusat Studi Kebijakan Publik dan Politik (PUSTAKA NOMMENSEN), kondisi tersebut mencerminkan lemahnya akuntabilitas wakil rakyat terhadap publik.
Ia menilai bahwa kebijakan publik sejatinya bukan sekadar instrumen administratif, melainkan hasil dari relasi kekuasaan dan kepentingan tertentu.
“Ketika dana publik dikelola tanpa transparansi, itu bukan sekadar masalah administrasi. Itu adalah bentuk kontrol kekuasaan yang menyingkirkan publik dari ruang pengawasan,” ujar Rindu dalam keterangannya di Pematangsiantar, Selasa (21/10/2025).
Rindu menjelaskan, mekanisme reses dan sosper seharusnya menjadi wadah partisipasi rakyat untuk menyampaikan aspirasi, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kebijakan nyata.
Namun, dalam praktiknya, kegiatan tersebut sering kali hanya menjadi seremonial tanpa dampak signifikan bagi masyarakat.

“Sering kali laporan kegiatan hanya formalitas untuk pencairan anggaran. Padahal, transparansi dan partisipasi publik adalah roh dari demokrasi lokal,” ucapnya tegas.
Dalam perspektif kebijakan publik kritis, Rindu menyebut ketertutupan informasi sebagai bentuk kekuasaan simbolik, yaitu cara halus mempertahankan dominasi politik dengan membatasi akses rakyat terhadap data dan kebijakan. Akibatnya, publik kehilangan kontrol dan DPRD kian jauh dari fungsi representatifnya.
Ia mendesak agar DPRD di seluruh Indonesia memublikasikan rincian penggunaan dana reses dan sosper, termasuk besaran anggaran, pelaksana kegiatan, dan hasil pelaksanaannya.
Transparansi itu bisa diwujudkan melalui situs resmi DPRD, media sosial, atau laporan publik berkala yang mudah diakses masyarakat.
“Transparansi bukan ancaman bagi DPRD, justru itu cara memulihkan kepercayaan publik. Kalau wakil rakyat benar bekerja untuk rakyat, maka tidak ada alasan untuk takut diawasi,” tuturnya mengakhiri.[]


