NTB – Misteri kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya menemui titik terang.
Setelah penyelidikan panjang selama hampir tiga bulan, polisi menyimpulkan bahwa kematian sang brigadir bukan disebabkan tenggelam biasa, melainkan akibat tindak kekerasan serius di bagian leher.
Jasad Nurhadi ditemukan pada malam 16 April 2025 di kolam renang salah satu vila eksklusif di kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok Utara.
Saat itu, kasus sempat dilaporkan sebagai insiden kecelakaan air. Namun, hasil autopsi membantah narasi awal.
“Ada tanda-tanda patah pada tulang leher dan lidah. Ini indikasi kuat kekerasan fisik, bukan kecelakaan,” kata Kombes Syarif Hidayat, Direktur Kriminal Umum Polda NTB, dalam rilis pers, Senin (8/7/2025).
Tiga Orang Diduga Terlibat: Dua Polisi dan Seorang Perempuan
Polda NTB secara resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka: Kompol I Made Yogi (YG), Ipda Haris Chandra (HC), dan seorang wanita berinisial M. Ketiganya diketahui berada di tempat kejadian saat insiden tragis itu berlangsung.
Kompol YG diketahui menjabat sebagai Kasubdit Paminal Propam Polda NTB, sekaligus atasan korban. Sementara HC adalah anggota Polri berpangkat Ipda yang merupakan kolega dekat Nurhadi.
Penetapan tersangka dilakukan secara bertahap: Kompol YG dan Ipda HC pada 18 Mei 2025, disusul tersangka M keesokan harinya.
Dua Polisi Dipecat Tidak Hormat
Setelah proses etik internal, kedua oknum perwira polisi dijatuhi sanksi tegas berupa pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Polda NTB menyatakan bahwa pelanggaran mereka telah mencoreng nilai-nilai moral kepolisian.
“Ini adalah keputusan final dari institusi. Tindakan mereka tidak mencerminkan etika Polri,” tegas Kabid Humas Polda NTB, Kombes Mohammad Kholid.
Meski sudah jadi tersangka dan dipecat, Kompol YG dan Ipda HC masih belum ditahan. Pihak Polda menyebut alasan mereka belum ditahan karena keduanya dinilai kooperatif dan rutin memenuhi panggilan penyidik.
Berbeda dengan tersangka M, yang langsung ditahan karena tidak memiliki alamat tetap dan dianggap berpotensi melarikan diri.
Kompolnas Soroti Penanganan Kasus
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut angkat bicara soal keadilan dalam kasus ini. Komisioner Choirul Anam meminta agar proses hukum dijalankan dengan transparan, tanpa diskriminasi.
“Keadilan tidak hanya soal penegakan hukum, tapi juga soal kepekaan terhadap perasaan keluarga korban,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
Hasil Poligraf: Indikasi Kebohongan
Sebagai langkah lanjutan, penyidik menghadirkan ahli poligraf (uji kebohongan) dari Bali.
Tes dilakukan terhadap semua pihak yang berada di vila saat kejadian. Hasilnya: semuanya terindikasi tidak berkata jujur.
“Mereka mengaku datang hanya untuk liburan. Tapi nyatanya, salah satu dari mereka meninggal dalam kondisi mengenaskan. Ini tidak bisa dianggap wajar,” kata Kombes Syarif.
Dijerat Pasal Penganiayaan dan Kelalaian Berujung Maut
Para tersangka dikenai Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, serta Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Polda NTB masih mendalami siapa yang menjadi aktor utama, siapa yang mengetahui namun membiarkan, serta siapa yang turut membantu.
Berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) dan kini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB untuk proses hukum lebih lanjut.
Harapan Keluarga: Usut Tuntas dan Jangan Ada yang Dikebiri
Pihak keluarga Nurhadi menyerukan agar penegakan hukum dilakukan tanpa intervensi. Mereka hanya meminta satu hal: keadilan yang murni dan transparan.
“Kami tidak butuh simpati. Yang kami tuntut adalah keadilan untuk Nurhadi. Jangan ada yang ditutup-tutupi,” ujar salah satu anggota keluarga.[]