Taput – Polemik pembebasan lahan untuk proyek strategis pelebaran jalan lintas provinsi Tarutung–Sibolga kembali mencuat.
Sejak dimulai pada tahun 2023, hingga kini masyarakat yang terdampak di Kecamatan Adiankoting dan Kecamatan Tarutung belum menerima dana ganti rugi atas lahan mereka.
Sebanyak 50 orang perwakilan dari delapan desa turun menyuarakan keresahan. Mereka menilai proses pembayaran ganti rugi yang totalnya mencapai Rp21 miliar masih diliputi tanda tanya.

Fatimah Hutabarat, selaku perwakilan warga, menyampaikan aspirasi masyarakat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Sudah dua tahun berjalan, tapi hak masyarakat belum juga dibayarkan. Kami hanya meminta kepastian, agar rakyat kecil tidak terus dirugikan,” ujar Fatimah.
Warga mendesak pemerintah segera menuntaskan permasalahan ini. Pasalnya, lahan mereka telah digunakan untuk pembangunan jalan, namun imbalan yang dijanjikan tak kunjung terealisasi.
Situasi ini menimbulkan keresahan, mengingat banyak keluarga menggantungkan kehidupan dari tanah yang kini sudah tidak mereka miliki lagi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari pihak terkait mengenai keterlambatan pencairan dana ganti rugi tersebut.
Masyarakat berharap pemerintah pusat maupun daerah segera turun tangan memberikan solusi yang adil.
Proyek pelebaran jalan lintas Sumatera Tarutung–Sibolga sendiri dinilai penting untuk membuka akses transportasi, mempercepat distribusi barang, dan menunjang perekonomian masyarakat.
Namun, tanpa penyelesaian ganti rugi, pembangunan yang seharusnya membawa manfaat justru menjadi beban bagi warga.(Loksa Situmeang)