Rismon Sianipar "Buzzer, Pekerjaan Paling Hina di Dunia"

By Parlindungan - Sunday, 13 April 2025
Dr.Eng Rismon Hasiholan Sianipar ST, MT, M.Eng (foto:ist)
Dr.Eng Rismon Hasiholan Sianipar ST, MT, M.Eng (foto:ist)

Pematangsiantar, Kabarnas.com – Dr.Eng Rismon Hasiholan Sianipar ST, MT, M.Eng menyampaikan pendapat tegas bahwa menjadi buzzer bayaran—yang menyebarkan informasi menyesatkan dan secara sengaja membentuk opini publik dengan cara manipulatif—merupakan salah satu profesi paling memalukan. Pernyataan ini disampaikan Rismon dengan logat Bataknya yang khas dalam sebuah video yang dikutip kabarnas.id pada Minggu (13/04/2025).

Rismon adalah seorang ahli forensik lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), berasal dari Pematangsiantar dan memiliki latar belakang Batak. Ia kini berusia 48 tahun dan dikenal aktif mengungkap dugaan pemalsuan dokumen akademik, termasuk ijazah dan skripsi milik Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Untuk menjaga objektivitas, Rismon menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki afiliasi politik apa pun.

“Saya tidak ada hubungannya dengan politik. Anak Abah lah, PDIP lah—pret! Tidak ada sangkut pautnya saya dengan mereka, apalagi sampai dibayar. Cek saja saldo ATM saya, isinya cuma beberapa ribu rupiah,” tegasnya.

Menurut Rismon, siapapun yang merekayasa kasus di Indonesia harus diungkap. Ia lebih memilih untuk bersikap independen dan menyampaikan analisis ilmiah secara bebas. “Hidup yang paling nikmat itu ya seperti ini, bisa mengutarakan pendapat berdasarkan analisis, tanpa tekanan,” katanya.

Ia juga menyampaikan bahwa bahkan jika harus meninggal dalam tidur suatu hari nanti, ia akan merasa tenang karena tidak pernah menjual prinsip demi uang atau menjadi buzzer yang dibayar. “Kalau tidur dan tiba-tiba check out, ya kita happy. Karena gak pernah terlibat manipulasi apalagi jadi buzzer bayaran. Bagi saya, buzzer itu pekerjaan paling hina,” tegasnya.

Rismon menambahkan, banyak buzzer yang merupakan orang-orang terdidik, namun memilih bersembunyi di balik akun anonim. Mereka dibayar untuk menyuarakan opini tertentu demi keuntungan kelompok tertentu. Karena itu, ia memandang profesi buzzer negatif sebagai pekerjaan yang sangat tidak terhormat.

“Mengungkapkan pendapat atau analisis karena dibayar - itu, menurut saya, adalah bentuk kehinaan paling besar dalam hidup,” pungkasnya.