Jakarta – Biro Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri memutuskan menunda pelaksanaan gelar perkara khusus terkait pengaduan masyarakat atas legalitas ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Pakar telematika Roy Suryo yang diundang sebagai ahli menyatakan, gelar perkara akan digelar pekan depan, tepatnya pada Rabu, 9 Juli 2025.
"Info terbaru yang diterima dari TPUA, gelar perkara ditunda sampai Rabu, minggu depan," ujar Roy Suryo saat dikonfirmasi, Kamis (3/7/2025). Meski ditunda, Roy menegaskan kesiapannya untuk hadir sebagai ahli dalam agenda tersebut.
Desakan Gelar Perkara oleh TPUA
Gelar perkara ini merupakan respons atas permintaan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang mengajukan pengaduan masyarakat mengenai dugaan ijazah palsu Jokowi.
Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadilah, sebelumnya menyambangi Bareskrim untuk menyerahkan surat permintaan resmi kepada Kepala Biro Wassidik.
“Kita datang ke sini ke Karo Wassidik sebagai atasan penyidik untuk melakukan desakan gelar perkara khusus,” kata Rizal saat ditemui di lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Menurut Rizal, ada sejumlah kejanggalan dalam penyelidikan sebelumnya yang berujung pada penghentian perkara.
Salah satu yang disorot adalah tidak dilibatkannya pelapor, terlapor, dan para ahli seperti Rismon Sianipar dan Roy Suryo dalam proses penyelidikan.
“Ahli kami tidak diminta keterangan. Padahal mereka menjadi bagian dari bukti yang kami lampirkan. Ini menandakan penyelidikan belum tuntas,” ucap Rizal tegas.
Penyelidikan Sebelumnya Dinyatakan Selesai
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, menyampaikan bahwa penyelidikan terkait dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi telah dihentikan karena tidak ditemukan unsur tindak pidana.
“Dari proses pengaduan dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana, sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya,” tutur Djuhandhani dalam konferensi pers, Kamis (22/5/2025).
Ia menambahkan, hasil uji laboratorium forensik terhadap ijazah Sarjana Kehutanan milik Jokowi yang dikeluarkan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 5 November 1985 menunjukkan bahwa dokumen tersebut identik dengan milik rekan seangkatannya.
Pengujian dilakukan terhadap bahan kertas, tinta, teknik cetak, serta stempel dan tanda tangan pejabat UGM pada masa itu.
Menanti Kepastian Gelar Perkara
Meski penyelidikan telah dihentikan, TPUA tetap mendesak gelar perkara khusus sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas hukum.
Surat permintaan tersebut telah ditembuskan ke berbagai instansi penting, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, DPR RI, hingga Kejaksaan Agung.
Kini, publik menanti apakah gelar perkara yang direncanakan pada Rabu (9/7/2025) mendatang benar-benar akan dilaksanakan atau kembali ditunda.[]