Antrean Panjang di SPBU Hutabarat Tarutung Pengisian BBM Pakai Jerigen Diduga Jadi Pemicu Utama.

By Parlindungan - Saturday, 21 June 2025
Suasana pengisian BBM pakai jerigen di SPBU Hutabarat mengakibatkan Macet (Foto: Loksa Situmeang / Kabarnas.id)
Suasana pengisian BBM pakai jerigen di SPBU Hutabarat mengakibatkan Macet (Foto: Loksa Situmeang / Kabarnas.id)

KABARNAS.ID – Suasana sore ini Sabtu 21 JUni 2025,  SPBU Hutabarat macet akibat antrean panjang mengisi BBM. Pantauan langsung Kabarnas.id menunjukkan antrean panjang merayap hingga ke jalan utama, penyebab utamanya bukan hanya antrean biasa—melainkan jerigen-jerigen besar yang tampaknya menjadi prioritas petugas SPBU.

Petugas SPBU tampak lebih cepat tanggap mengisi jerigen berisi 20–40 liter, ketimbang melayani kendaraan umum atau pribadi. Hasilnya? Mobil-mobil yang sedang menunggu untuk mengisi BBM menjadi terhenti, menimbulkan kemacetan berkepanjangan.

Hambatan Sistem dan Kurang Pengawasan

Sistem pengawasan di SPBU tersebut tampak longgar—tak ada pembatasan jenis konsumen jerigen maupun kuota tabungannya. Padahal berdasarkan aturan resmi, pembelian menggunakan jerigen khusus harus disertai surat rekomendasi dan diberikan untuk keperluan sektor khusus seperti pertanian atau nelayan.

Pengisian pertalite subsidi tanpa mekanisme verifikasi tersebut sejatinya bertentangan dengan regulasi, misalnya Permen ESDM No.13/2017 dan Surat Edaran BPH Migas Nod 06/2015.

 “Uang Pelicin” dan Pemerataan yang Tandingan Subsidi

Dari hasil penyelidikan, praktik yang berkembang adalah adanya sistem ‘pelicin’: konsumen jerigen membayar Rp 5.000 hingga Rp 10.000 kepada petugas agar jerigen-nya segera diisi—jamak disebut sebagai “bisnis minyak” karena sangat menguntungkan. 

Jerigen-jerigen ini kemudian dicurigai kembali dijual dalam jaringan eceran semi-ilegal (seperti Pertamini), menyimpang dari peruntukan subsidi yang sesungguhnya .

Padahal, BBM subsidi seperti pertalite seharusnya tepat sasaran: prioritas kendaraan publik, angkutan logistik rakyat, atau warga berpenghasilan rendah—bukan untuk penimbunan atau dijual kembali.

 Derasnya Catatan Lapangan: Sistem Bocor, Mafia Merajalela

Mirip temuan sebelumnya di SPBU Tarutung, kendaraan tangki atau pendistribusi swasta pernah diamati mengisi jerigen tanpa pengawasan barcode maupun surat rekomendasi. Dugaan kolusi antara petugas SPBU dan oknum tak bertanggung jawab sempat mencuat, seolah operasi semacam itu berjalan di bawah perut sistem yang tidak diawasi ketat.

🚦 Akibatnya: Kemacetan, Ketidakadilan, dan Kerugian Negara

  1. Kemacetan Panjang – Jalur utama dan area dalam SPBU menyempit ketika jerigen diprioritaskan.

  2. Subsidi Tercemar – pengguna jerigen yang patut menerima subsidi tersisih, BBM malah mengalir ke pasar gelap.

  3. Kerugian Publik – subsidi negara bocor, sementara masyarakat lapisan bawah kesulitan mendapat BBM tepat waktu.

Sementara itu, manajemen SPBU maupun pihak Pertamina belum merespons ideal—jarang terlihat petugas pengawas atau aparat keamanan memastikan jalannya distribusi mengikuti aturan resmi. Padahal, sidak dan pengawasan sudah beberapa kali dilakukan, misalnya oleh Bupati Tapanuli Utara dan aparat keamanan.

 Solusi: Pengawasan Ketat dan Penertiban Terukur

  • Pengawasan barcode & rekomendasi wajib diterapkan di setiap pengisian jerigen—tanpa pengecualian.

  • Sidak rutin petugas dari BPH Migas/Pertamina & aparat penegak hukum untuk mengawasi praktik SPBU.

  • Sanksi tegas bagi petugas dan oknum yang terbukti bermain dengan jerigen gelap, termasuk denda besar dan pencabutan izin SPBU.

  • Edukasi publik mengenai aturan pembelian subsidi benar—jangan belok jadi “bisnis minyak” ilegal.

Kesimpulannya: antrean panjang di SPBU Hutabarat Tarutung bukan sekadar urusan lalu lintas, namun pertanda melemahnya tata kelola distribusi BBM subsidi sistem bocor, bisnis jerigen malah lebih diprioritaskan. Jika tidak segera ditindak, kemacetan dan pelanggaran serupa bisa menyebar lagi ke daerah lain. (Loksa Situmeang)