Jakarta-Pernyataan mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tbk, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengungkapkan perbedaan tajam dalam penilaian terhadap Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Ahok menyebut Riva sebagai sosok yang bermasalah, sementara mantan karyawan Riva, Hari, justru menggambarkannya sebagai atasan yang baik dan dekat dengan bawahan.
Menurut Hari, Riva adalah pemimpin yang memiliki hubungan hangat dengan para karyawan.
"Beliau sangat akrab dengan kami, seperti hubungan ayah dan anak. Setiap ada acara, beliau selalu hadir. Bahkan baru-baru ini, beliau ikut meramaikan acara menyambut Ramadan, meskipun beliau bukan Muslim," ujar Hari.

Pandangan serupa juga disampaikan Edy, seorang karyawan di bagian IT, yang mengaku terkejut dengan kasus yang menjerat Riva.
"Saya cukup kaget dan tidak menyangka. Beliau sosok yang ramah, selalu menyapa dan tersenyum saat bertemu. Bahkan dalam seminar-seminar perusahaan, beliau selalu tampil profesional, terutama dalam bidang pemasaran dan branding," kata Edy.
Namun, di sisi lain, Ahok mempertanyakan mengapa Riva dan dua petinggi lainnya, Maya Kusmaya dan Yoki Firnandi, bisa tetap bertahan di perusahaan. Padahal, ketiganya telah ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka dalam kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
"Mereka ini pintar hanya dalam hal dimarahi. Cuma diam ketika ditegur, lalu tetap ngotot tidak menjalankan instruksi. Begitu datang lagi minggu depan, ya tetap sama saja," kata Ahok, seperti dikutip dari YouTube Liputan6 pada Minggu (1/3/2025).
Ahok juga menyoroti bahwa hingga kini, transaksi di SPBU Pertamina masih banyak yang dilakukan secara tunai, meskipun ia telah mengusulkan pembayaran melalui aplikasi MyPertamina sejak empat tahun lalu. Menurutnya, Riva dan kawan-kawan turut bertanggung jawab atas lambatnya transformasi digital di Pertamina.
"Kenapa mereka berani? Karena mereka tahu saya tidak bisa memecat mereka. Kalau komisaris utama hanya bisa mengawasi tanpa wewenang untuk memecat, ya percuma," tegasnya.
Kasus Mega Korupsi Pertamina
Kejaksaan Agung baru-baru ini menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina serta kontraktor kerja sama (KKKS) periode 2018-2023. Salah satu modus operandi yang diungkap adalah pengoplosan BBM—di mana Pertalite (RON 90) dicampur hingga menyerupai Pertamax (RON 92) dan dijual dengan harga lebih tinggi.
Tersangka yang berasal dari Pertamina meliputi:
Riva Siahaan Dirut PT Pertamina Patra Niaga
Sani Dinar Saifuddin, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional
Agus Purwono, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Yoki Firnandi, Pejabat PT Pertamina International Shipping
Sedangkan dari pihak swasta, yang ikut terlibat adalah:
Muhammad Kerry Adrianto Riza – Pemilik saham pengendali PT Navigator Khatulistiwa
Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim & Dirut PT Orbit Terminal Merak
"Salah satu modusnya adalah mengoplos BBM RON 90 menjadi RON 92 lalu menjualnya dengan harga lebih tinggi. Ini jelas bertentangan dengan regulasi," ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Akibat kejahatan ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun, yang berasal dari berbagai komponen manipulasi harga dan tata niaga BBM.
Bantahan PT Pertamina Patra Niaga
Di tengah ramainya pemberitaan, PT Pertamina Patra Niaga melalui Corporate Secretary-nya, Heppy Wulansari, membantah adanya praktik pengoplosan BBM. Ia menegaskan bahwa kualitas Pertamax yang beredar tetap sesuai dengan spesifikasi pemerintah, yaitu RON 92.
"Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina adalah produk jadi dengan spesifikasi yang sudah sesuai. Tidak ada pengoplosan. Yang dilakukan hanya injeksi warna sebagai pembeda dan injeksi aditif untuk meningkatkan performa," jelas Heppy dalam konferensi pers, Rabu (26/2/2025).
Ia juga meminta masyarakat untuk tetap tenang karena dugaan pengoplosan yang diberitakan tidak berkaitan dengan BBM yang saat ini beredar di pasaran.
"Minyak yang sebelumnya dicampur sudah habis digunakan. Jadi, tidak benar jika ada anggapan bahwa BBM RON 92 yang sekarang beredar adalah hasil oplosan," tegasnya.
Kasus mega korupsi di Pertamina ini menunjukkan adanya dugaan penyelewengan besar-besaran dalam tata kelola BBM nasional. Sementara beberapa pihak memberikan pembelaan terhadap Riva Siahaan, Ahok justru menyoroti bahwa keberadaan orang-orang bermasalah di Pertamina menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan dan wewenang komisaris utama.
Publik kini menantikan langkah lebih lanjut dari Kejaksaan Agung dalam mengusut tuntas kasus ini serta memastikan agar tidak ada lagi praktik serupa di masa depan.[]




