Sidang Uji Materi UU TNI Digelar di MK, Wamenhan Hadir

By Parlindungan - Thursday, 09 October 2025
Sidang pengujian materiil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI di Mahkamah Konstitusi
Sidang pengujian materiil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI di Mahkamah Konstitusi

Jakarta, Kabarnas.id — Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto secara resmi menghadiri sidang pengujian materiil Undang‑Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada hari Kamis (9/10). 

Sidang ini merupakan lanjutan dari proses pengujian konstitusionalitas sejumlah pasal dalam UU TNI terhadap Undang‑Undang Dasar 1945.

Fokus Pengujian: Pasal 53 Ayat (4) UU TNI

Agenda utama sidang adalah mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden terkait pengujian Pasal 53 ayat (4) UU 3/2025. Dalam pasal ini diatur bahwa perwira tinggi berpangkat bintang empat dapat menjalani masa pensiun hingga usia 63 tahun dan masih memungkinkan perpanjangan jabatan dua kali melalui keputusan Presiden.

Sejumlah pemohon (termasuk mahasiswa) mengajukan uji materi terhadap pasal tersebut. Mereka berpendapat bahwa normanya memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan eksekutif, karena keputusan perpanjangan karier perwira tinggi tidak diiringi mekanisme kontrol legislatif ataupun pengawasan publik yang jelas. 

Di sisi lain, DPR menegaskan dalam sidang bahwa fungsi pertahanan negara adalah salah satu fungsi utama pemerintahan dalam menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional. Negara harus tetap memiliki payung hukum yang kuat untuk menjaga kesiapsiagaan militer dan stabilitas pertahanan.

Catatan Presiden melalui Wakil Menkumham

Dalam sidang, Wakil Menteri Hukum dan HAM menyampaikan ringkasan keterangan Presiden. Presiden menjelaskan bahwa ketentuan tentang prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan di kementerian atau lembaga strategis bukan semata soal perluasan kekuasaan, melainkan upaya untuk mempertegas peran TNI secara fungsional serta menyinergikan regulasi lintas sektor pemerintahan. Dengan demikian, penempatan TNI aktif di kementerian/lembaga diharapkan tak melemahkan fungsi pokok TNI, melainkan mendukung integrasi kebijakan keamanan dan pertahanan.

Prosedur Persidangan & Sengketa Sebelumnya

Sidang ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Mahkamah sempat menunda agenda ini karena DPR dan pemerintah belum siap memberikan keterangan lengkap dalam persidangan perdana. Majelis hakim kemudian menetapkan sidang lanjutan pada tanggal 9 Oktober 2025 untuk mendengar keterangan dari kedua pihak. 

Selain perkara mengenai Pasal 53 ayat (4), ada juga permohonan pengujian terhadap Pasal 47 ayat (2) UU TNI  yang mengatur tentang ketentuan prajurit yang menduduki jabatan sipil selain kementerian/lembaga tertentu harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu. Pemohon menilai aturan ini memunculkan ketidakpastian hukum dan potensi konflik kepentingan antara ranah sipil dan militer.

Dalam sidang pendahuluan, hakim MK meminta para pemohon untuk memperjelas bukti kerugian konstitusional yang mereka alami agar memiliki kedudukan hukum (legal standing). Beberapa hakim menekankan bahwa dalil semata-mata sebagai warga negara atau mahasiswa tidak cukup tanpa bukti konkret.

 Implikasi & Dinamika Hukum

Jika Mahkamah menyatakan Pasal 53 ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 dan tak berkekuatan hukum mengikat, maka norma tersebut bisa dibatalkan atau diperbaiki. Pemohon bahkan meminta agar MK mempertimbangkan pembatalan keseluruhan UU TNI jika norma-norma bermasalah tidak diperbaiki secara sistemik. 

Kedudukan TNI dalam sistem kenegaraan tengah menjadi sorotan, terutama terkait keseimbangan antara kontrol sipil dan kebebasan militer dalam menjalankan tugasnya. Revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil dipandang sebagai langkah yang harus dijaga agar tidak melanggar prinsip supremasi sipil di negara demokratis.