Tapanuli Utara– Praktik penebangan liar kembali marak di Desa Lobu Sikkam, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. Kayu bulat jenis pinus terus ditebang dan diangkut keluar wilayah tanpa mengantongi dokumen resmi Surat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Pelaku hanya bermodalkan Surat Keterangan Pemilik Tanah (SKPT), sebuah celah hukum yang terus dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Aktivitas ini sudah menjadi pemandangan umum bagi warga sekitar. Truk bermuatan kayu pinus terlihat lalu-lalang setiap hari, nyaris tanpa hambatan.
Ironisnya, hingga saat ini belum ada tindakan tegas dari pihak berwenang, terutama Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
“Sudah seperti hal biasa. Truk penuh kayu datang dan pergi setiap hari,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Padahal, sesuai regulasi, seluruh hasil hutan wajib dilengkapi dokumen SVLK untuk memastikan legalitas dan keberlanjutan hasil hutan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya: sistem pengawasan lemah, dan pelaku bebas beroperasi.
Saat dikonfirmasi, pengusaha yang disebut-sebut berasal dari kampung Burju B di Desa Lobu Sikkam memilih bungkam.
Dihubungi melalui telepon seluler, ia tidak merespons. Belum diketahui apakah hal ini karena kesibukan atau sengaja menghindari klarifikasi.
Ancaman Serius bagi Lingkungan
Minimnya pengawasan dari pihak kehutanan mengancam kelestarian hutan di Tapanuli Utara.
Jika penebangan liar ini terus berlanjut tanpa kendali, kerusakan ekologis hanya tinggal menunggu waktu.
“Kalau tidak segera ditangani, hutan kita akan habis. Longsor dan banjir bisa jadi bencana berikutnya,” kata aktivis lingkungan lokal kepada Kabarnas.id.
Kabarnas.id menyuarakan keprihatinan mendalam atas lemahnya penegakan hukum di sektor kehutanan.
Pemerintah dan aparat terkait perlu bersikap tegas agar hutan tidak hanya menjadi cerita masa lalu bagi generasi mendatang.(Loksa Situmeang)