Bandung-Pengalaman pahit menimpa Kumalasari (34), seorang wisatawan yang tengah berlibur bersama suami dan tiga anaknya di Kota Bandung, Jawa Barat.
Kisahnya viral setelah ia mengaku dipaksa membayar biaya delman hingga Rp600 ribu, jauh dari kesepakatan awal.
Dilansir dari Kompas.com, Kumalasari mengatakan awalnya dia tertarik menaiki delman yang ditawarkan oleh beberapa kusir di sekitar tempat wisata.
Ia menyebut bahwa tarif awal yang disebutkan adalah Rp150 ribu untuk seluruh anggota keluarganya.
“Kebetulan saya belum pernah naik delman, katanya Rp150.000 untuk semua, jadi kami naik berlima, rencananya ke Gedung Sate,” ujarnya.
Namun, karena lalu lintas macet dan beberapa jalan ditutup, sang kusir malah mengantar mereka berkeliling hingga ke Alun-alun Bandung dan akhirnya kembali ke hotel mereka menginap.
Dengan niat baik, Kumalasari menambahkan Rp50 ribu sebagai bentuk apresiasi, sehingga total pembayaran menjadi Rp200 ribu.
Yang mengejutkan, sang kusir justru menuntut tambahan Rp400 ribu dengan alasan tarif Rp150 ribu berlaku per orang.
“Saya merasa ditipu, padahal saya sudah tambah Rp50 ribu. Tapi katanya masih kurang Rp400 ribu karena hitungannya per orang,” keluh Kumalasari.
Tak ingin ribut, ia pun menyerahkan Rp300 ribu tambahan agar persoalan cepat selesai, walaupun sang kusir masih menuntut Rp100 ribu lagi.
Akhirnya, Kumalasari dan suaminya memilih untuk mengabaikan permintaan tersebut.
Meski kecewa, Kumalasari mengaku tak kapok berkunjung ke Bandung, tapi ia bersumpah tak akan naik delman lagi.
Ia juga berharap pemerintah bisa menertibkan oknum kusir delman agar wisatawan tak lagi menjadi korban.
Menanggapi kejadian ini, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengaku geram.
Ia menyatakan bahwa keberadaan delman di pusat kota sebenarnya sudah dilarang, dan pihak Satpol PP telah melakukan upaya penertiban dengan menyita cambuk delman dan mengusirnya dari kota.
Namun, langkah ini sempat menuai kritik dari masyarakat yang menganggap tindakan tersebut tidak manusiawi.
Farhan menyayangkan bahwa secara hukum pihaknya tidak bisa menindak tegas kasus ini karena korban telah membayar dengan sukarela tanpa adanya ancaman langsung.
“Tidak ada tindak pidana ringan sekalipun karena korban membayar tanpa paksaan,” ujarnya.
Meski demikian, Farhan menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia berjanji akan terus melakukan pengusiran terhadap para pelaku premanisme dan jika terbukti ada unsur penipuan atau pemerasan, akan langsung dibawa ke ranah hukum.
“Kami akan cari dan tangkap mereka yang memeras dan menipu. Laporkan saja ke polisi,” tegasnya.
Sementara itu, kasus serupa terjadi di Jakarta, tepatnya di kawasan Pasar Tanah Abang, di mana pengunjung mengeluhkan tarif parkir liar yang tidak wajar.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengakui bahwa pengawasan masih kurang maksimal. Meski pihaknya telah melakukan operasi penertiban, praktik parkir liar tetap marak saat petugas lengah.
Syafrin pun kembali mengimbau masyarakat agar tidak memarkir kendaraan di tempat terlarang, meskipun kerap diabaikan karena alasan kepraktisan.
“Begitu ada juru parkir liar, masyarakat mengira boleh parkir di sana,” katanya.
Kedua peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya penegakan aturan yang konsisten dan perlunya edukasi bagi masyarakat serta wisatawan agar terhindar dari praktik pungutan liar dan penipuan.[]