Pematangsiantar – Gelombang perlawanan terhadap ketidakadilan kembali menggema di Kota Pematangsiantar.
Ribuan mahasiswa dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Cipayung Plus bersama Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi besar bertajuk “Indonesia Darurat Reformasi Jilid II”, Senin (1/9/2025).
Aksi dimulai sejak pukul 09.00 WIB dengan titik kumpul di Tugu Sangnaualuh, diwarnai orasi lantang mahasiswa yang menegaskan komitmen untuk mengawal demokrasi dan menegakkan keadilan.
Tujuh Tuntutan Rakyat
Dalam seruan aksinya, mahasiswa menyampaikan tujuh poin utama sebagai bentuk protes sekaligus aspirasi rakyat:
1.Batalkan tunjangan mewah DPR.
2.Kecam keras tindakan represif aparat.
3.Laksanakan reformasi Polri.
4.Sahkan RUU Perampasan Aset.
5.Tetapkan kembali GBHN.
6.Tegakkan HAM.
7.Copot Kapolri dan Kapolda Sumut.
Menurut pernyataan resmi, tuntutan ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi bangsa yang dinilai berada dalam situasi darurat.
Persatuan Mahasiswa dan Masyarakat
Soliditas mahasiswa terlihat jelas dengan hadirnya seluruh organisasi Cipayung Plus, mulai dari HMI, GMKI, PMKRI, GMNI, IMM, HIMMAH, KPSM, hingga organisasi mahasiswa lainnya.
Kehadiran masyarakat sipil semakin memperkuat aksi ini, menjadikannya salah satu gelombang demonstrasi terbesar di Pematangsiantar dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami mengundang seluruh mahasiswa dan elemen masyarakat untuk bergabung. Perlawanan ini bukan gerakan sesaat, melainkan panggilan moral untuk menyelamatkan demokrasi,” ucap seruan aksi.
Pemerintah Daerah Turun Tangan
Awalnya aksi tidak kunjung direspons, namun akhirnya Walikota Pematangsiantar, Ketua DPRD, dan Kapolres turun langsung menemui massa. Mereka membuka dialog terbuka di lokasi aksi.
Ketua DPRD Pematangsiantar menegaskan bahwa pihaknya siap menindaklanjuti seluruh tuntutan mahasiswa.
“Semua aspirasi ini akan kami catat, bahas, dan teruskan ke lembaga terkait. Kehadiran kami di sini adalah bukti komitmen mendengarkan suara rakyat,” ujarnya.
Kesepakatan Bersejarah
Momen bersejarah terjadi ketika Walikota, Ketua DPRD, dan Kapolres menandatangani dokumen kesepakatan resmi atas tujuh tuntutan aksi.
Tindakan ini menjadi simbol komitmen pemerintah daerah dan aparat dalam merespons aspirasi mahasiswa.
Namun, mahasiswa menegaskan bahwa mereka akan menunggu realisasi nyata dalam waktu 2×24 jam.
Jika tidak ada langkah konkret, massa berjanji akan kembali turun ke jalan dengan kekuatan yang lebih besar.[]