Pematangsiantar, Kabarnas.com -Masyarakat Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) mendatangi UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Pematangsiantar, Rabu (24/2/2021) siang, karena merasa diadu domba dengan hadirnya Kelompok Tani Hutan (KTH) Aek Nauli di Perbukitan Sibangbang,
Morris Ambarita mengatakan, KTH dari masyarakat tetangga, yakni Sipolha Nauli pada 19 Februari 2021 lalu. "Orang dari UPT KPH bersama polisi datang bersama sekelompok orang yang mengatasnamakan Kelompok Tani Hutan (KTH) Sipolha Nauli, ke kawasan perbukitan Sibangbang, lokasi sakral bagi kami," ujar Morris.
Kata Morris, orang tersebut mengaku, mereka telah memiliki izin dari pihak Kehutanan (UPT KPH II Siantar) untuk izin menderes getah pinus di daerah Sibangbang.
Ia pun heran, mengapa tanah adat mereka justru diberi izin peruntukannya kepada kelompok masyarakat lain, yang tak memiliki sejarah dan keturunan di Bukit Sibangbang. Apalagi diperparah, sampai membawa-bawa polisi untuk mengintimidasi masyarakat Sihaporas.
Padahal, kata Morris, sedari dulu, sekitar awal tahun 1800-an, tanah adat Sihaporas dihuni oleh nenek moyang mereka yang menyeberang dari Pulau Samosir. Sudah generasi kesebelas yang saat ini menghuni tanah adat Sihaporas.
Kemudian, ujar Morris, bukti-bukti kekuasaan Ompu Mamontang Laut Ambarita dapat dilihat sampai saat ini; beberapa pemakaman, pemandian orang-orang tua, sampai tradisi yang masih dijaga.
Morris mengatakan, secara administrasi tanah adat memiliki sertifikat dari Badan Registrasi Wilayah Adat untuk tanah seluas 2049 hektare. Tanah seluas 2049 hektare tersebut tertuang dalam sertifikat adat berdasarkan surat keputusan 0113/12/VIII/BRWA-F036 pada 8 Agustus 2019.
Sementara itu, warga Sihaporas lainnya, Baren Ambarita meminta KPH II Siantar bisa turun ke lapangan melihat langsung kondisi hutan Sihaporas.
"Kami panen kebun kami, kami ditangkap TPL. Apalagi yang bisa kami manfaatkan dari tanah kami pak?," cetus Baren.
Menanggapi itu, Kasi Perencanaan Pemanfaatan Hutan Melvi Sinaga, mengaku pemberian izin aktivitas Kelompok Tani Hutan (KTH) Sipolha Nauli di Bukit Sibangbang adalah sah/legal. Para masyarakat yang tergabung ke KTH Sipolha Nauli memiliki KTP sesuai alamatnya.
"Tahun 2020, KTH Sipolha Nauli memohon kemitraan dengan KPH II Siantar. Kemudian kita verifikasi, dan diajukan ke Dinas Perhutanan Provinsi dan dicek hal yang lainnya, tidak ada masalah," ujar Melvi.
Melvi menyebut, masyarakat Sipolha Nauli memiliki izin pengelolaan hutan, lantaran berdomisili asli di sekitar hutan dan memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak yang hadir dalam pertemuan antara Masyarakat Adat Sihaporas dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Siantar, meyakini hadirnya KTH Sipolha Nauli di Perbukitan Sibangbang akan memicu konflik baru.
"Bahwa jelas sekali. Dengan hadirnya warga yang bukan di tanah adat, yang diketahui warga Sipolha. Ini seperti ada upaya membenturkan warga Sipolha dan Sihaporas. Bisa Akita bayangkan ada nanti seperti konflik horizontal," ujar Roganda.
Roganda menyarankan agar KPH II Siantar dapat memilih langkah cermat untuk menghindari konflik antarmasyarakat. Salah satunya merangkum SPH Hutan dan turun bersama ke lapangan.
"Apabila izin mereka tidak dicabut, ini bakal jadi pertempuran. KPH harus turun ke lapangan merangkum izin dari keduanya untuk melihat apakah terjadi tumpang tindih soal aturan," saran Roganda.