Benteng Terakhir Tano Batak: Masyarakat Adat Natinggir Digusur, PT Toba Pulp Lestari Didesak Tutup

By Sehat Siahaan - Saturday, 09 August 2025
Ratusan karyawan dan petugas keamanan PT Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan penggusuran terhadap lahan pertanian Masyarakat Adat Natinggir  pada kamis, (7/8/2025)(Foto: Tangkapan layar)
Ratusan karyawan dan petugas keamanan PT Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan penggusuran terhadap lahan pertanian Masyarakat Adat Natinggir pada kamis, (7/8/2025)(Foto: Tangkapan layar)

Toba– Ketegangan kembali memuncak di Desa Simare, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba. Ratusan karyawan dan petugas keamanan PT Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan penggusuran terhadap lahan pertanian Masyarakat Adat Natinggir

Aksi ini memicu bentrokan dan meninggalkan luka fisik maupun trauma bagi warga, termasuk anak-anak.

Sejak pagi, pihak TPL memaksa masuk untuk menanami eukaliptus di tanah adat yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga. 

Upaya perlawanan dari masyarakat adat berujung kekerasan: satu warga mengalami luka di bagian leher, rumah-rumah dilempari batu, dan empat pendamping dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) ikut menjadi korban intimidasi.

Menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan KSPPM, penggusuran ini bukan kali pertama. 

Selama lebih dari empat dekade, PT TPL disebut telah memonopoli lahan seluas 291.263 hektar di Sumatera Utara untuk keperluan Hutan Tanaman Industri eukaliptus.

Setidaknya 23 komunitas adat di 12 kabupaten kehilangan wilayahnya—total mencapai 33.422,37 hektar. 

Dampaknya, 470 masyarakat adat menjadi korban: dua meninggal dunia, 208 mengalami penganiayaan, dan 260 dikriminalisasi.

KPA menegaskan bahwa sebagian besar konsesi PT TPL cacat hukum, dengan sekitar 28% wilayahnya berada di kawasan yang secara hukum tidak boleh dieksploitasi.

Ironisnya, klaim kawasan hutan di Sumatera Utara hingga kini masih berstatus “penunjukan” tanpa penetapan yang sah, sehingga persetujuan dari masyarakat adat sering diabaikan.

Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA, mengecam keras tindakan TPL dan meminta aparat hukum bertindak adil. 

“Kami mendesak PT TPL menghentikan operasi ilegalnya, menghentikan kekerasan, dan mengembalikan tanah adat kepada masyarakat. Pemerintah, khususnya Presiden, harus segera menjalankan Reforma Agraria yang sesungguhnya,” katanya tegas.

Sumatera Utara sendiri tercatat sebagai provinsi dengan konflik agraria tertinggi dalam satu dekade terakhir, dengan 275 kasus mencakup 655.285 hektar lahan dan berdampak pada lebih dari 227 ribu rumah tangga.

Tuntutan KPA dan KSPPM:

1.PT Toba Pulp Lestari menghentikan operasi dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat Natinggir.

2.Kapolres Toba mengusut tuntas pelanggaran hukum yang dilakukan PT TPL.

3.Kementerian Kehutanan & ATR/BPN mencabut izin HTI PT TPL dan mengembalikan tanah adat.

4.Presiden RI melaksanakan Reforma Agraria sejati dan menyelesaikan konflik agraria di Tano Batak.[]