Jakarta— Presiden AS Donald Trump memulai kunjungannya ke Timur Tengah dengan sambutan hangat dari Arab Saudi dan menandatangani kesepakatan ekonomi strategis yang bernilai triliunan dolar.
Kunjungan ini menandai langkah awal dalam tur ke negara-negara Teluk yang difokuskan pada penguatan hubungan bisnis, bukan keamanan.
Disambut langsung oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS), Trump menandatangani sejumlah kesepakatan penting yang meliputi sektor energi, pertahanan, dan pertambangan.
Media pemerintah Saudi menyebutkan bahwa total investasi Saudi di AS mencapai USD 600 miliar, termasuk kesepakatan penjualan senjata terbesar antara kedua negara senilai hampir USD 142 miliar.
“Saya rasa kami sangat cocok satu sama lain,” ujar Trump saat bertemu dengan MbS di Riyadh.
Ia juga mengingat kunjungannya pada 2017 dan menekankan bahwa kerja sama ini akan menciptakan lapangan kerja baru bagi warga Amerika. Trump bahkan berseloroh bahwa investasi ini bisa mencapai USD 1 triliun.
Forum Investasi Saudi-AS yang digelar bertepatan dengan kunjungan Trump dihadiri para tokoh bisnis besar AS, termasuk CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk, CEO BlackRock Larry Fink, dan CEO OpenAI Sam Altman.
Trump sempat berbincang dengan para pemimpin bisnis tersebut dalam jamuan makan siang kenegaraan bersama MbS.
Putra Mahkota MbS tengah gencar menjalankan program reformasi ambisius bertajuk Visi 2030 yang bertujuan mengurangi ketergantungan ekonomi Saudi pada minyak, termasuk melalui mega-proyek seperti pembangunan kota futuristik NEOM.
Wakil CEO NEOM, Rayan Fayez, menyatakan bahwa sekitar USD 1 miliar dari investasi terkini difokuskan ke teknologi canggih, sebagian besar di antaranya masuk ke perusahaan AS.
Meski demikian, sebagian rencana Saudi disesuaikan karena faktor biaya dan fluktuasi harga minyak.
Hubungan antara AS dan Saudi yang telah terjalin selama puluhan tahun tetap didasari pada kesepakatan strategis: Saudi memasok minyak, AS menyediakan keamanan.
Trump tampak memiliki hubungan yang lebih akrab dengan MbS dibanding Presiden AS sebelumnya, Joe Biden, yang pernah bersitegang dengan kerajaan menyusul pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Meskipun intelijen AS meyakini MbS terlibat, sang putra mahkota membantah tuduhan tersebut.
Menariknya, Trump tidak menjadwalkan kunjungan ke Israel dalam tur ini, memunculkan spekulasi mengenai prioritas Washington.
Sementara itu, konflik di Gaza dan Lebanon terus berlangsung, memberikan Trump leverage tambahan untuk menekan Iran dan sekutunya di kawasan.
AS dan Iran sendiri telah menggelar pertemuan diplomatik di Oman untuk mencari solusi atas program nuklir Iran.
Namun, Trump menegaskan kemungkinan tindakan militer tetap terbuka bila negosiasi gagal.
Ia juga dikabarkan siap menawarkan paket senjata lebih dari USD 100 miliar kepada Arab Saudi guna memperkuat posisi negara itu menghadapi Iran.
Namun upaya Trump untuk memperluas normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, seperti yang ia lakukan dalam Abraham Accords, terhambat.
Sikap keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap gencatan senjata di Gaza dan penolakan terhadap solusi dua negara menjadi batu sandungan dalam menjalin kesepakatan serupa dengan Riyadh.[]
Sumber: Reuters