KABARNAS.ID - Ungkapan “teman bisa dipilih, tetangga tidak” sering kali kita dengar dalam keseharian. Namun, hubungan antarnegara serumpun seperti Indonesia dan Malaysia membuktikan bahwa menjadi tetangga juga bisa berarti menjadi sahabat dekat.
Itulah yang tergambar jelas dalam kunjungan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Anwar Ibrahim, ke Jakarta, Jumat, 27 Juni 2025.
Menutip laman Setpres, kunjungan tersebut awalnya bersifat informal. Tapi karena keakraban yang sudah lama terjalin antara PM Anwar dan Presiden Prabowo Subianto, agenda ini pun naik status menjadi kunjungan resmi kenegaraan. Persahabatan mereka bukan sembarang dekat, melainkan telah berlangsung hampir 50 tahun.
“Hubungan saya dengan Saudara Prabowo ini lebih dari sekadar urusan negara. Kami sudah bersahabat puluhan tahun. Dari pribadi dan keluarga, saya merasa sangat menghargai kedekatan ini,” ujar PM Anwar, mengungkapkan kedekatan yang begitu personal.
Presiden Prabowo pun menyambut kedatangan Anwar Ibrahim dengan penuh rasa hormat. Dalam pernyataannya, ia menegaskan komitmen Indonesia untuk terus mempererat kerja sama bilateral, meskipun beberapa isu teknis seperti persoalan perbatasan masih perlu dibahas lebih lanjut.
“Kita sepakat mencari solusi yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Contohnya, soal perbatasan Ambalat akan dikembangkan secara bersama sambil merampungkan aspek hukumnya secara bertahap,” ucap Presiden Prabowo.
Namun yang membuat kunjungan ini begitu istimewa adalah nuansa kekeluargaan yang terasa sepanjang pertemuan. Makan siang resmi di Istana Negara pun menjadi momen istimewa, dengan sajian khas Nusantara dan Malaysia yang menggugah selera.
Menu seperti Iga Rawon, Mangut Ikan, Kerapu Bakar Colo-Colo, hingga Nasi Lemak menjadi simbol harmoninya rasa dan budaya.
Ketika perpisahan tiba, kehangatan itu tetap terasa. Presiden Prabowo bahkan mengantar PM Anwar hingga ke mobil dinasnya, dan keduanya masih sempat bercengkerama singkat lewat jendela mobil, layaknya dua sahabat lama yang saling percaya.
Persahabatan yang langgeng dan penuh rasa hormat ini menjadi fondasi kuat bagi masa depan hubungan Indonesia–Malaysia. Sebuah pengingat bahwa diplomasi bukan hanya soal meja perundingan, tapi juga soal hati yang saling terbuka.