Klaim Tanah Adat di Simalungun Dinilai Ilegal, KLHK Tegaskan Belum Ada Penetapan Masyarakat Hukum Adat

By Sehat Siahaan - Tuesday, 23 September 2025
Ketua BIdang Hukum PPABS, Hermanto Sipayung, SH, CIM
Ketua BIdang Hukum PPABS, Hermanto Sipayung, SH, CIM

Simalungun– Polemik klaim tanah adat di Kabupaten Simalungun kembali menuai sorotan.

Dewan Pimpinan Pusat/Presidium Partumpuan Pemangku Adat dan Budaya Simalungun (PPABS) menegaskan bahwa tindakan sekelompok masyarakat yang mengaku sebagai masyarakat adat dan mengklaim tanah ulayat di Simalungun merupakan langkah ilegal serta tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Ketua Bidang Hukum PPABS, Hermanto Hamonangan Sipayung, SH, CIM, menuturkan bahwa sejak tahun 2023 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menegaskan melalui surat resmi bahwa di Kabupaten Simalungun belum ada penetapan Masyarakat Hukum Adat (MHA) maupun tanah adat.

“Surat resmi dari KLHK sudah sangat jelas. Sampai hari ini, belum ada satu pun penetapan MHA di Simalungun. Karena itu, klaim sepihak tanah adat adalah tindakan ilegal yang melanggar hukum,” kata Hermanto tegas, Senin (23/9/2025).

KLHK Tegaskan Belum Ada Penetapan MHA

Hermanto mengutip surat KLHK bernomor S.211/PKTHA/PIAHH/PSL.7/2/09/2023 tertanggal 8 September 2023 yang ditujukan kepada PPABS dan kelompok masyarakat di Sihaporas.

Dalam surat tersebut ditegaskan, pengakuan MHA hanya bisa dilakukan melalui Peraturan Daerah (Perda) sesuai amanat UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 23 Tahun 2021.

Hal serupa juga tercantum dalam surat KLHK bernomor S.590/PSKL/PKTHA/PSL.1/3/2023 tertanggal 14 Maret 2023 yang menanggapi surat terbuka AMAN Tano Batak terkait konflik Sihaporas dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

KLHK kembali menegaskan bahwa tanpa Perda, permohonan penetapan hutan adat tidak dapat diproses.

Jangan Klaim Sepihak, Hormati Fakta Sejarah

Hermanto mengingatkan agar semua pihak mengikuti mekanisme resmi bila ingin memperjuangkan pengakuan adat.

Ia juga menegaskan bahwa tanah adat di Simalungun memiliki akar sejarah yang jelas dan hanya bisa diklaim oleh keturunan marga asli Simalungun.

“Fakta sejarah mencatat hak ulayat dipegang oleh suku asli Simalungun. Jangan sampai ada pihak yang memutarbalikkan fakta, apalagi menyebut diri sebagai korban pelanggaran HAM, sementara justru suku asli Simalungun yang dirugikan,” ucapnya tegas.

Dukungan Gerakan Masyarakat Adat Simalungun Horisan

Senada dengan itu, Ketua Gerakan Masyarakat Adat Simalungun Horisan, Sarmuliadin Sinaga ST, meminta semua pihak, termasuk anggota DPR RI, agar tidak ikut memperkeruh keadaan dengan memberi ruang klaim sepihak.

Menurutnya, hak ulayat di Simalungun hanya dimiliki oleh keturunan tujuh harajaon, yaitu Damanik, Sinaga, Purba Tambak, Dasuha, Purba Pakpak, Saragih Garingging, dan Dasuha.

“Kalau klaim sepihak dibiarkan, konflik horizontal bisa muncul. Hak sah tetap milik orang Simalungun. Pemerintah dan aparat harus tegas agar tidak terjadi kerusuhan baru,” ujarnya.

Sarmuliadin juga mengingatkan bahwa bila ada pihak yang merasa memiliki lahan, sebaiknya pemerintah membantu dengan mekanisme pembelian resmi, bukan membiarkan klaim ulayat yang tidak berdasar hukum.

Harapan untuk Kedamaian Simalungun

Kedua tokoh adat ini berharap pemerintah pusat maupun daerah bertindak bijak dan tegas dalam meredam isu klaim tanah adat. 

Mereka menekankan bahwa Simalungun adalah tanah dengan filosofi “habonaron do bona” (kebenaran adalah pangkal), sehingga harus dijaga dari upaya segelintir pihak yang ingin mengaburkan sejarah demi kepentingan pribadi.[]